Friday, May 29, 2015

makalah peradaban pada masa Rasulullah SAW



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama disekitar Mekkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan. Yang dikenal dengan istilah paganisme. Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad saw. yang membawa Islam ditengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliyah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra, karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hadirnya Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ke Tuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Berhasilnya Nabi Muhammad SAW dalam memenangkan kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu yang relatif singkat beliau mampu memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab. Sebagaian dari nilai dan budaya Arab pra-islam, dalam beberapa hal diubahnya, dan ada pula yang diteruskan oleh masyarakat Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral Islam.
Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak memanusiakan manusia dalam artian budaya yang mengarah pada keburukan menjadi budaya-budaya yang mengarah kepada kebaikan dalam payung Islam.
Budaya-budaya yang mengarah kebaikan yang dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan peradaban yang luar biasa pada zamannya. Yang mana muara dari peradaban itu semua ialah Islam.
Oleh karena itu umat islam perlu mengetahui bagaimana peradaban islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Agar umat muslim tahu bagaimana perjuangan Nabi Muhammad dalam memperjuangkan Islam, sehingga umat Islam pada masa ini dapat mengambil pelajaran dari kisah perjuangan Rasulullah memperjuangkan agama Islam, dan dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-sehari

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah Sejarah Kelahiran Rasulullah SAW?
2.      Apakah Yang Dilakukan Rasulullah Sebelum Menjadi Rasul?
3.      Bagaimanakah Proses Diangkatnya Muhammad Menjadi Nabi?
4.      Bagaimanakah Rasulullah Dalam Menyampaikan Dakwahnya?
5.      Bagaimanakah Peradaban Islam Pada Masa Itu?
6.      Apakah Yang Disampaikan Rasulullah Pada Saat Haji Wada’ Dan Menjelang Rasul Wafat?
C.      TUJUAN
1.      Untuk Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Sejarah Kelahiran Rasulullah SAW
2.      Untuk mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Apa-Apa Yang Dilakukan RAsulullah Sebelum Menjadi Rasul
3.      Untuk Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Proses Diangkatnya Muhammad Menjadi Nabi
4.      Untuk Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Sejarah Rasulullah Dalam Menyempaikan Dakwah.
5.      Untuk Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Peradaban Islam Pada Masa Itu
6.      Untuk Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Apa Yang Disampaikan Rasulullah Pada Saat Haji Wada’ Dan Menjelang Rasul Wafat










BAB II
PEMBAHASAN

A.    Kelahiran Nabi Muhammad
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal ). Merupakan suatu kebiasaan diantara orang-orang kaya dan kaum bangsawan Arab, bahwa ibu-ibu mereka mengirimkan anak-anak mereka ke pedesaan untuk diasuh dan dibesarkan disana. Begitu pula Nabi Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan.[1]
Ayahnya meninggal dunia pada saat pergi berniaga ke yatsrib ketika dia masih berumur tiga bulan dalam kandungan, sementara ibunya Aminah wafat di Abwa sewaktu pulang dari menziarahi makam Abdullah, ketika itu dia masih berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengassuhnya selama dua tahun, kemudian kakeknya itu pun meninggal dunia pula dalam usianya 8 tahun, dan dia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
B.     Sebelum diangkat Menjadi Rasul
 Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul.  Pertama, mengembala kambing ketika ia bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa. Kedua, pada saat beliu berusia 12 tahun ketika dia tinggal bersama pamannya, dia mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri Syam, sampai dia dewasa dan dapat berdiri sendiri.
Dalam perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syria (Syam) dia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad  sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Sebagai seorang pemuda dia tidak mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu minum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah berhala.  Secara populer dia dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani dan jujur, sehingga dia dijuluki al-Amin.
Sebagai seorang pedagang, selain dia berdagang dengan pamannya, dia juga melakukan kerjasama dagang dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberrinya modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh  untung besar.  Khaddijah tertarik pada kejujuran dan Akhlaknya yang baik, dan ingin menjadikan suaminya, setelah sebelumnya dia berkali-kali menolak pinangan bangsawan Quraisy.
Dalam usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan keponakannya itu pada Khadijah binti khuwailid. Pernikahan Nabi dengan Khadijah berlangssung ketika Muhamad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Dari pernikahan dengan Khadijah telah melahirkan dua orang anak laki-laki, masing-masing Qasim dan Abdullah, dan empat orang anak perempuan, masing-masing Zainab, Rukayah, Ummu kalsum, dan Fatimah. Akan tetapi hanya anak wanita yang mencapai usia dewasa, diantaranya, hanya Fatimah yang melahirkan dua anak laki-laki, yaitu Hasan dan Husein dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.
Dalam usia 35 tahun Muhammad telah memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang pemimpin. ketika itu kaum Quraisy memperbaiki dinding ka’bah dan kemudian mereka bertengkar. Masing-masing kabilah merasa lebih berhak meletakkan kembali Hajar al-Aswad pada tempatnya. Akhirnya mereka meminta Muhammad untuk menyelesikan persoalan itu.
Muhammad meletakkan batu itu di atas sehelai kain dan meminta para wakil kabilah memegang ujungnya dan kemudian mengangkatnya bersama-sama.  Muhammad semakin  populer di kalangan penduduk mekkah, setelah berhasil mendamaikan para pemuka Quraisy tersebut.[2]
C.     Diangkat Menjadi Rasul
  Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi Alam dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap keinginannya itu. Disediakannya makanan untuk dibawa Muhammad sebagai bekal ke Gua Hira’  itu.
Ketika usianya 40 tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat jibril mendatanginya menyampaikan wahyu Allah yang pertama surah al-Alaq  (ayat 1-5). Berarti  secara  simbolis Muhammad telah menjadi Nabi akhir Zaman.
Nabi Muhammad Saw  menceritakan peristiwa yang dialaminya itu kepada istrinya Khadijah. Rasulullah dibawa Khaddijah menghadap seorang pendeta Nasrani yang berpengetahuan luas, bernama Waraqah bin Naufal. Setelah nabi menceritakan pengalamannya itu, Waraqah berkata : “inilah malaikat yang diturunkan Allah Swt. Pada Nabi-Nabi sebelummu….”
Setelah wahyu pertama itu datang, terputuslah  wahyu selama kurang lebih 2 tahun, kemudian Jibril datang lagi untuk  membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir (ayat 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka  berarti Nabi sudah  mulai wajib menyampaikan Dakwah.[3]
D.    Tahap-tahap Dakwah
Sejak masa nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul tersebut sampai dengan Hijrah atau pindah kemadinah diseut dengan periode Mekkah, yaitu 610-622M. sebagai Rasul, Nabi Muhammad SAW diwajibkan menyampaikan Wahyu yang diterimanya dari Allah SWT melalui malaikat Jibril.
Rasulullah SAW berdakwah melalui beberapa tahap :
1)      . Tahap rahasia, yaitu Secara diam-diam dan hanya tertuju kepada orang-orang yang dekat hubungannya  dengan Nabi Muhammad SAW dan diyakini akan mau menerimanya. Pada tahap ini Di antara orang yang mula-mula masuk Islam adalah Khadijah (istri  Nabi Muhammad SAW). Kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib, Zaid (sahay Nabi), Abu Bakar dan Usman bin Affan. Setelah itu jumlah orang yang masuk Islam bertambah juga seperti Zubair bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, Saad bin Abi Waqas, Thalha bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Salamah dan Arqam bin Arqam. Kelompok orang yang mula-mula masuk Islam dikenal denganas-Sabiqunal awwalun, dan kegiatan Dakwah ini berpusat di rumah Arqam bin Arqam.[4]
2)      . Tahap terang-terangan, yaitu penyampaian wahyu secara lebih luas dan terbuka dari tahap sebelumnya. Tahap ini dapat pula dibagi dua fase, yaitu:
Ø  Dakwah kepada semua orang setelah wahyu Allah surah al-Hijr (ayat 94).
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
Pada tahap ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tidak terbatas hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk orang-orang yang mmengunjungi kota itu.
Ø  Dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib, hal ini dilakukan setelah turunnya wahyu ketiga, surah Al-Syu’ara ayat 214:  
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”
Nabi menggumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman.  Akan tetapi Abu Lahab beserta Istrinya mengutuk Nabi, sehingga turun Surah al-Masad (ayat -5).
      Dengan usaha yang gigih tanpa mengenal lelah, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi semakin hari semakin bertambah, mereka terutama terdiri dari kaum Waita,  budak,  pekerja dan orang miskin. Meskipun kebanyakan mereka orang-orang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
      Setelah dakwah Nabi secara terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul itu. Semakin  bertambah jumlah pengikut Nabi , semakin keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy terhadap mereka. Menurut Ahmad Syalabi ada empat faktor yang mendorong Orang Quraisy menantang dakwah Islam yang disampaikan Nabi itu:[5]
      Pertama, para pemimpin Quraisy tidak  dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
      Kedua,  mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad Saw berarti  tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
      Ketiga, takut kehilangan mata pencaharian karena pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki mereka.
      Keempat,  Nabi Muhammad SAW mnyerukan persamaan hak antara hamba sahaya dan bangsawan. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
Kaum Quraisy menentang dakwah Nabi dengan bertahap.
a)   . Tantangan yang bersifat lunak dan bujukan.
 karena kekuatan Nabi terletak pada perlindunganAbu Thalib yang amat disegani itu. Mereka meminta Abu Thalib memilih satu diantara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk dibunuh. Abu Thalib mengharapkan Muhammad agar menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini. Walaupun seluruh anggota keluaraga dan sanak saudara mengujilkan saya.” Abu Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponekennya itu, kemudian dia berkata “teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu.”
            Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemidian megutus Walid bin Mughira dengan Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan   ampan untuk diperukarkan dengan Nabi Muhammad Saw. Walid bin Mughira berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
            Kecewa dengan jawaban Abu Thalib itu, mereka langsung kepada Nabi Muhammad Saw membujuknya dengan tahta dan wanita dan harta asal Nabi Muhammad bersedia meghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Nabi dengan mengatakan “Demi Allah, biarpun  mereka meletakkan matahari ditangan kanan ku  dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini sehingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.[6]
b). tantangan yang keras dan penyiksaan.
               Setelah kaum kafir Quraisy tidak berhasil membujuk Nabi Muhammad SAW walau dengan cara apapun, maka mereka melakukan tindakan kekerasan, intimidasi, penganiayaan dan sebagainya atas diri Nabi Muhammad SAW dan para penganut Agama Islam.[7]
               Untuk menghindarkan kaum muslimin dari tindakan kekerasan ini, Nabi memerintahkan mereka hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Rombongan pertama, pada tahun kelima dari kerasulannya, di bawah  pimpinan Usman bin Affan diikuti 15 orang ( 10 pria dan 5 wanita ) berangkat ke Habasya, termasuk Istri Usman, Rukayah binti Muhammad.
               Rombongan kedua, di bawah pimpinan Ja’far bin Abi  Thalib diikuti 81 orang (80 pria dan  1 wanita, yaitu Ummu Habiba, puteri Abu Sofyan).
c). Memboikot seluruh keluarga Bani Hasyim.
               Untuk melumpuhkan kekuatan kaum muslimin, pemimpin Quraisy melakukan pemboikotan terhadap seluruh keluarga Bani Hasyim. Karena mennurut mereka kekuatan Nabi terletak pada keluarga yang melindunginya, baik yang belum maupun yang sudah masuk Islam. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini.
               Tidak seorang pun penduduk makkah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Akibatnya banya diantara keluarga Bani Hasyim yang menderita kelaparan. Hal ini berlangsung selama 3 tahun. [8]
               Tidak lama setelah pemboikotan itu dihentikan, pada tahun ke-10 dari kenabian, Nabi Muhammad SAW berganti menghadapi tiga perristiwa yang menyedihkan pula sehingga tahun itu disebut dengan tahun duka cita.
Pertama, pamannya, Abu Thalib, pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun.
Kedua, tiga hari setelah itu, meninggal pula Isterinya, Khadijah, dalam usia 65 tahun. Sepeninggal dua pendukung utamanya itu, kafir Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarah mereka terhadap Nabi. Melihat reaksi penduduk Makkah itu, Nabi kemudian berusah menyebar luaskan islam keluar kota Makkah, yaitu kenegeri Thaif.
Ketiga,ketika Nabi berdakwah di Thaif, beliau diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepalanya dan badannya.
Dari ketiga peristiwa yang menyedihkan Nabi tersebut diatas menjadi penyebab tahun itu disebut dengan tahun duka cita.
               Dalam situasi berduka cita di tahun duka cita yang dialami Nabi secara beruntun tahun ke-10 dari kenabian tersebut diatas Allah mengisra’mi’rajkan Nabi Muhammad SAW, antara lain tujuannya adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita tersebut.
               Berita Isra’ Mi’raj menggemparkan Masyarakat Makkah. Bagi orang beriman, peristiwa ini merupakan ujian keimanan. Melalui Isra’ Mi’raj itu, kewajiban shalat lima kali sehari semalam mulai dilaksanakan.
               Kaitan antara tahun duka cita dengan Isra’ Mi’raj Nabi adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita keetika itu dengan memperlihatkan beberapa Rasul yang juga mendapat tantangan dari kaumnya sekaligus memohon pertolongan Allah SWT menghadapi tantangan orang-orang kafir itu.
               Ternyata setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, muncul perkembangan besar bagi dakwah Islam. Karena sejumlah penduduk Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang berhaji ke Mekkah, menemui Nabi dan masuk Islam dalam tiga  gelombang.[9] 
Pertama, pada tahun ke-11 kenabian, 6 orang dari suku Khazraj menemui Nabi  dan Menyatakan diri masuk Islam. Mereka mengharapkan Nabi  agar  bersedia  mempersatukan kaum mereka yang bermusuhan di Yatsrib.
Kedua, pada tahun ke-12 kenabian, terdiri dari 10 orang suku Khazraj, 2 orang suku Aus dan seorang wanita menemui Nabi dan menyatakan Ikrar  kesetiaan kepada Nabi. Rombongan ini kembali ke Yatsrib sebagai juru dakwah Nabi.
Ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, sebanyak 73 orang dari Yatsrib meminta kepaada Nabi agar beerkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam ancaman. Nabi menyetuju usul yang mereka ajukan.[10]
               Adapun sumpah seia orang Yatsrib dengan Nabi adalah:
Ø  Sumpah setia  pertama (Bai’at al-Aqabah al-Ula) yang terjadi pada tahun 621 M, berisikan pernyataan bahwa orang-orang Yatsrib menerimanya sebagai Nabi dan mematuhu perintahnya, serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Ø  Sumpah setia  kedua (Bai’at al-Aqabahal-Tsaniyah)  terjadi pada tahun 622 M, berisikan pernyataan bahwa mereka  tidak hanya menerima Muhammad sebagai Nabi dan menjahui perbuatan dosa, akan tetapi juga sanggup berperang membela Tuhan dan Rasul-Nya.
               Hanya beberapa bulan sejak sumpah setia kedua, turun wahyu surat al-Anfal, ayat 30; yang isinya memerintahkan agar Nabi Muhammad Saw segera pindah/hijarah ke Yatsrib. Akhirnya Rasululla hijrah ke Yatsrib dengan Abu Bakar Shiddiq pada tanggal 12 Rabiul Awal.[11]

E.     Peradaban Pada Masa Rasulullah Saw
                  Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah Saw  yang paling dahsyat  adalah perubahan Sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa yang tidak bermoral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al-Husairy, diuaraikan bahwa paradaban pada masa Nabi dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Muhammad dibawah bimbingan wahyu. Di antaranya sebagai berikut:[12]
1). Pembangunan Mesjid
                   Setiap kabilah sebelum islam datang, mereka memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh umat Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan. Maka beliau membangun sebuah Mesjid yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat shalat, juga tempat belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat  pemerintahan.
2). Persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
                  Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin ( muslim asal Makkah ) dan kaum Anshar ( muslim Maadinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Hal ini berarti Rasululllah menciptakan suatu bentuk persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan kesukuan di zaman jahilia.
3). Mengadakan perjanjian Dengan Non-Muslim/konstitusi Madinah.
                  Penduduk Madinah di awl kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa Arab muslim, bangsa Arab Non muslim, dan orang yahudi. Untuk menyelaraskan hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi mengadakan perjanjian dalam piagam yang disebut “konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain :
Pertama, semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
Kedua, bila salah satu kelompok diserang musuh, maka kelompok lain wajib untuk  membelanya.
Ketiga, masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat  perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang Quraisy.
Keempat, masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa campur tangan kelompok lain.
Kelima, kewajiban penduduk Madinah, baik kaum muslimin, non-Muslim, ataupun bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril da materill.
Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.[13] 
      Berdasarkan konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa Nabi telah membentuk Negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala masalah yang timbul berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu di Madinah Nabi Muhammad mempunyai kedudukan bukan saja sebagai Rasul agama, tetapi juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi.[14]
      Pesatnya perkembangan islam di Madinah, mendorong pemimpin Quraisy Makkah dan musuh-musuh Islam lainnya meningkatkan permusuhan mereka terhadap Islam. Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala Negara mengatur siasat dan membentuk pasukan perang. Umat Islam pun pada tahun ke-2 Hijriah telah di izinkan berperang dengan dua alasan : untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya, dan menjaga keselamatan dalam penyebaran Islam dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.[15]
4). Peletakan asas-asas politik, social, militer, dakwah, dan ekonomi.
a).  politik
                  Di Madinah, Nabi Muhammad SAW diangkat oleh Aus dan Khazraj sebagai pemimpin di samping ia juga menjadi Rasul. Dengan demikian secara otomatis  di Madinah fungsi Nabi Muhammad  SAW ada dua, yaitu sebagai Rasul dan sebagai kepala Negara. Sebagai kepala Negara, salah satu usah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah membuat suatu ketentuan umum, ketentuan inilah yang dinamakan dengan “konstitusi Madinah”. Konstitusi Madinah inilah yang bisa  dipakai  untuk menunjukkan bahwa orang-oraang Madinah pada waktu itu telah membentuk suatu kesatuan politik bentuk baru yang bernama Ummah atau Komunitas. Bentuk komunitas inilah yang berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan akhirnya menjadi Negara.[16]
  b). pembentukan sosial kemasyarakatan
            Mempererat persaudaraan sesama muslim dengan ikatan ukhwah Islamiyah, tanpa memperhatikan suku dan golongan.
            Nabi menetapkan norma-norma sosial dari komunitas baru berdasarkan al-Qur’an. Ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai hokum keluarga menggambarkan sebuah revolusi social yang sangat mendasar.
c). Dakwah
            Madinah dijadikan pusat dakwah Islamiyah yang memantulakn sinar Ilahi sebelah timur dan baratnya. Dakwah Islam disebarkan ke daerah-daerah non-Muslim. Nabi mengutus juru dakwah ke daerah-daerah tersebut.     
d). Militer
               Nabi Muhammad saw sering terlibat peperangan, karena utusan Nabi banyak yang di haling-halangi dan bahkan ada yang di bunu. Untuk itu perlu dibentuk pasukan Islam
e). Ekonomi dan sumber keuangan Negara
               Nabi Muhammad SAW semenjak remaja sudah memberikan contoh teladan dalam perdagangan. Norma-norma transaksi bisnis dikemukakan sebagai anjuran, seperti harus bersikap secara adil, menyampaikan kesaksian secara jujur dan ttidak memungut keuntungan  secara riba.[17]
F.      Haji Wada’ Dan Wafatnya Rasulullah
                  Pada tahun 10 H Nabi menunaikan ibadah Haji yang dikenal dengan Haji Wada’. Didepan kurang lebih 100.000  orang kaum muslimin Nabi berkhutbah yang isinya antara lain:
Pertama,larangan menumpahkan darah kecuali dengan haq.
Kedua, larangan mengambil harta orang lain dengan bathil.
Ketiga, larangan riba dan menganiaya.
Keempat, larangan balas dendam  dengan tebusan dosa.
Kelima, perintah memperlakukan para Isteri dengan baik dan lemah lembut.
Keenam, perintah menjauhi dosa.
Ketujuh, perintah saling memaafkan atas pertengkaran diantara mereka di zaman jahiliah.
Kedelapan,  perintah menegakkan persaudaraan dan persamaan diantara manusia.
Kesembilan, perintah memperlakukan hamba sahaya dengan baik.
Kesepuluh, perintah harus berpegang teguh kepada dua sumber yang ditinggalkan Nabi, yaitu al-Qur’an dan sunnah.
                  Dua bulan setelah Nabi kembali ke Madinah, beliau menderita sakit. Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum muslimin dalam shalat sebanyak tiga kali, bila beliau tidak sanggup melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama 14 hari. Akhirnya beliau menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah Isterinya ‘Aisyah.
                  Kaum muslimin yang diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil membacakan ayat al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 144:
وَمَا مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ      
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Dan Abu Bakar berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi Muhammad, maka Nabi Muhammad  telah Wafat. Tetapi barang siapa memuja Allah SWT, maka Allah SWT hidup selama-lamanya.[18]












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Makkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliyah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, sampai menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa Islam ditengah-tengah bangsa Arab. Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal ).
Setelah wahyu pertama datang, terputuslah  wahyu selama kurang lebih 2 tahun, kemudian Jibril datang lagi untuk  membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir (ayat 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka  berarti Nabi sudah  mulai wajib menyampaikan Dakwah. Dakwah pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan selama tiga tahun. Hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasulullah SAW menampakkan dakwah kepada kaumnya. Menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala sesembahan mereka.
Nabi Muhammad menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia 63 tahun di rumah Isterinya ‘Aisyah.

B.     Saran
            Dengan adanya makalah ini, kami harapkan para pembaca dapat mengetahui lebih banyak lagi bagaimana “Peradaban Pada Masa Nabi Muhammad SAW”, guna menambah wawasan untuk menjadi umat Muslim yang baik, dan dapat mengamalkan dan meneladani  seluruh akhlaq yang terdapat pada Nabi yang tergambar dalam sejarah peradaban pada masa Nabi Mhammad SAW. Mudah-mudahan bertambah baik akhlaq kita semua. Amin.


[1][1]. Dedi supriyadi,sejarah peradaban islam , Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 60
[2] . Syamruddin Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 28-30
[3] . Ibid. hlm. 31
[4] . Maidir Harun, sejarah peradaban islam , Padang: IAIN-IB Press, 2002, hlm. 25-26
[5] . Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983, hlm. 87-90
[6] . Syamruddin Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 32-34
[7] . Maidir Harun, sejarah peradaban islam, Padang: IAIN-IB Press, 2002, hlm.  27
[8] . Syamruddin Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 34-35
[9] . Ahmad Syalabi, sejarah dan kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983, hlm. 104-105
[10] . Syamruddin Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 37-38
[11] . Maidir Harun, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN- IB Press, 2002, hlm. 30-31
[12] . Dedi supriyadi,sejarah peradaban islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm. 63
[13] . Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya , Bandung: Rosda Bandung, 1988, hlm. 131-132
[14] . Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1985, hlm. 101
[15] . Ahmad Syalabi, sejarah dan kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983, hlm. 153
[16] . Firdaus, Negara adikuasa Islam, Padang: IAIN-IB Press, 1999, hlm. 37
[17] . Maidir Harun, sejarah peradaban islam  , Padang: IAIN-IB Press, 2002, hlm.  32-37
[18] . Syamruddin Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 55-56