BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kondisi bangsa Arab sebelum kedatangan Islam, terutama
disekitar Mekkah masih diwarnai dengan penyembahan berhala sebagai Tuhan. Yang
dikenal dengan istilah paganisme. Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang
kelahiran Nabi Muhammad saw. yang membawa Islam ditengah-tengah bangsa Arab.
Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliyah, masa kegelapan dan kebodohan
dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra, karena dalam
dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Hadirnya Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya
kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ke Tuhanan yang mempengaruhi segala
aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Berhasilnya Nabi Muhammad SAW dalam
memenangkan kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu yang relatif
singkat beliau mampu memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab. Sebagaian dari nilai dan budaya Arab pra-islam, dalam beberapa hal
diubahnya, dan ada pula yang diteruskan oleh masyarakat
Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral Islam.
Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit demi sedikit
merubah budaya-budaya yang tidak memanusiakan manusia dalam artian budaya yang
mengarah pada keburukan menjadi budaya-budaya yang mengarah kepada kebaikan
dalam payung Islam.
Budaya-budaya yang mengarah kebaikan yang
dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan peradaban yang luar biasa pada
zamannya. Yang mana muara dari peradaban itu semua ialah Islam.
Oleh karena itu umat islam perlu mengetahui bagaimana peradaban
islam pada masa Nabi Muhammad SAW. Agar umat muslim tahu bagaimana
perjuangan Nabi Muhammad dalam memperjuangkan Islam, sehingga umat Islam pada
masa ini dapat mengambil pelajaran dari kisah perjuangan Rasulullah
memperjuangkan agama Islam, dan dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-sehari
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah
Sejarah Kelahiran Rasulullah SAW?
2.
Apakah
Yang Dilakukan Rasulullah Sebelum Menjadi Rasul?
3.
Bagaimanakah
Proses Diangkatnya Muhammad Menjadi Nabi?
4.
Bagaimanakah
Rasulullah Dalam Menyampaikan Dakwahnya?
5.
Bagaimanakah
Peradaban Islam Pada Masa Itu?
6.
Apakah
Yang Disampaikan Rasulullah Pada Saat Haji Wada’ Dan Menjelang Rasul Wafat?
C. TUJUAN
1.
Untuk
Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Sejarah Kelahiran Rasulullah SAW
2.
Untuk
mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Apa-Apa Yang Dilakukan RAsulullah
Sebelum Menjadi Rasul
3.
Untuk
Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Proses Diangkatnya Muhammad Menjadi
Nabi
4.
Untuk
Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Sejarah Rasulullah Dalam Menyempaikan
Dakwah.
5.
Untuk
Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Peradaban Islam Pada Masa Itu
6.
Untuk
Mengetahui Dan Mengambil Pelajaran Dari Apa Yang Disampaikan Rasulullah Pada
Saat Haji Wada’ Dan Menjelang Rasul Wafat
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kelahiran Nabi Muhammad
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah,
tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal ). Merupakan suatu kebiasaan diantara orang-orang kaya
dan kaum bangsawan Arab, bahwa ibu-ibu mereka mengirimkan anak-anak
mereka ke pedesaan untuk diasuh dan dibesarkan disana. Begitu pula Nabi
Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada
Halimah dari suku Banu Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan.[1]
Ayahnya meninggal dunia pada saat pergi
berniaga ke yatsrib ketika dia masih berumur tiga bulan dalam kandungan, sementara
ibunya Aminah wafat di Abwa sewaktu pulang dari menziarahi makam Abdullah,
ketika itu dia masih berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengassuhnya
selama dua tahun, kemudian kakeknya itu pun meninggal dunia pula dalam usianya
8 tahun, dan dia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
B.
Sebelum diangkat Menjadi Rasul
Ada dua jenis pekerjaan yang dilakukannya sebelum menjadi Rasul. Pertama, mengembala kambing ketika ia
bersama ibu susuannya Halimahtus Sa’diyah tinggal di desa. Kedua, pada
saat beliu berusia 12 tahun ketika dia tinggal bersama pamannya, dia
mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri Syam, sampai dia dewasa dan dapat
berdiri sendiri.
Dalam
perjalanan itu, di Bushra, sebelah selatan Syria (Syam) dia bertemu dengan
pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada
diri Nabi Muhammad sesuai dengan
petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan
terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang yahudi yang
mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Sebagai
seorang pemuda dia tidak mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu
minum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah
berhala. Secara populer dia dikenal
sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani dan jujur, sehingga dia dijuluki
al-Amin.
Sebagai
seorang pedagang, selain dia berdagang dengan pamannya, dia juga melakukan
kerjasama dagang dengan Khadijah, seorang janda kaya. Khadijah memberrinya
modal untuk berdagang ke negeri Syam, dan beliau memperoleh untung besar.
Khaddijah tertarik pada kejujuran dan Akhlaknya yang baik, dan ingin
menjadikan suaminya, setelah sebelumnya dia berkali-kali menolak pinangan
bangsawan Quraisy.
Dalam
usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan keponakannya itu pada Khadijah binti
khuwailid. Pernikahan Nabi dengan Khadijah berlangssung ketika Muhamad berusia
25 tahun dan Khadijah 40 tahun.
Dari
pernikahan dengan Khadijah telah melahirkan dua orang anak laki-laki,
masing-masing Qasim dan Abdullah, dan empat orang anak perempuan, masing-masing
Zainab, Rukayah, Ummu kalsum, dan Fatimah. Akan tetapi hanya anak wanita yang
mencapai usia dewasa, diantaranya, hanya Fatimah yang melahirkan dua anak
laki-laki, yaitu Hasan dan Husein dari perkawinannya dengan Ali bin Abi Thalib.
Dalam
usia 35 tahun Muhammad telah memperlihatkan kualitasnya sebagai seorang
pemimpin. ketika itu kaum Quraisy memperbaiki dinding ka’bah dan kemudian
mereka bertengkar. Masing-masing kabilah merasa lebih berhak meletakkan kembali
Hajar al-Aswad pada tempatnya. Akhirnya mereka meminta Muhammad untuk
menyelesikan persoalan itu.
Muhammad
meletakkan batu itu di atas sehelai kain dan meminta para wakil kabilah
memegang ujungnya dan kemudian mengangkatnya bersama-sama. Muhammad semakin populer di kalangan penduduk mekkah, setelah
berhasil mendamaikan para pemuka Quraisy tersebut.[2]
C.
Diangkat
Menjadi Rasul
Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan
dalam setiap tahun Muhammad mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi Alam
dengan ciptaannya. Istrinya Khadijah memberi dukungan penuh terhadap keinginannya
itu. Disediakannya makanan untuk dibawa Muhammad sebagai bekal ke Gua
Hira’ itu.
Ketika
usianya 40 tahun, pada tanggal 17 Ramadhan 611 M, malaikat jibril mendatanginya
menyampaikan wahyu Allah yang pertama surah al-Alaq (ayat 1-5). Berarti secara
simbolis Muhammad telah menjadi Nabi akhir Zaman.
Nabi
Muhammad Saw menceritakan peristiwa yang
dialaminya itu kepada istrinya Khadijah. Rasulullah dibawa Khaddijah menghadap
seorang pendeta Nasrani yang berpengetahuan luas, bernama Waraqah bin Naufal.
Setelah nabi menceritakan pengalamannya itu, Waraqah berkata : “inilah
malaikat yang diturunkan Allah Swt. Pada Nabi-Nabi sebelummu….”
Setelah
wahyu pertama itu datang, terputuslah
wahyu selama kurang lebih 2 tahun, kemudian Jibril datang lagi
untuk membawa wahyu yang kedua, Surah
al-Mudatsir (ayat 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi sudah mulai wajib menyampaikan Dakwah.[3]
D.
Tahap-tahap Dakwah
Sejak
masa nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul tersebut sampai dengan Hijrah
atau pindah kemadinah diseut dengan periode Mekkah, yaitu 610-622M. sebagai
Rasul, Nabi Muhammad SAW diwajibkan menyampaikan Wahyu yang diterimanya dari
Allah SWT melalui malaikat Jibril.
Rasulullah SAW berdakwah melalui beberapa tahap :
1)
.
Tahap rahasia, yaitu Secara diam-diam dan hanya tertuju kepada orang-orang yang
dekat hubungannya dengan Nabi Muhammad
SAW dan diyakini akan mau menerimanya. Pada tahap ini Di antara orang yang
mula-mula masuk Islam adalah Khadijah (istri
Nabi Muhammad SAW). Kemudian disusul oleh Ali bin Abi Thalib, Zaid
(sahay Nabi), Abu Bakar dan Usman bin Affan. Setelah itu jumlah orang yang
masuk Islam bertambah juga seperti Zubair bin Awwam, Abd. Rahman bin Auf, Saad
bin Abi Waqas, Thalha bin Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Salamah dan
Arqam bin Arqam. Kelompok orang yang mula-mula masuk Islam dikenal
denganas-Sabiqunal awwalun, dan kegiatan Dakwah ini berpusat di rumah Arqam bin
Arqam.[4]
2)
. Tahap terang-terangan, yaitu penyampaian wahyu secara lebih
luas dan terbuka dari tahap sebelumnya. Tahap ini dapat pula dibagi dua fase,
yaitu:
Ø Dakwah kepada semua orang setelah wahyu Allah surah
al-Hijr (ayat 94).
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala
apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang
musyrik.”
Pada
tahap ini dakwah ditujukan kepada semua lapisan masyarakat, tidak terbatas
hanya kepada penduduk Makkah saja, tetapi juga termasuk orang-orang yang
mmengunjungi kota itu.
Ø Dakwah kepada keturunan Abdul Muthalib, hal ini dilakukan setelah
turunnya wahyu ketiga, surah Al-Syu’ara ayat 214:
وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الأقْرَبِينَ
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,”
Nabi
menggumpulkan dan mengajak mereka supaya beriman. Akan tetapi Abu Lahab beserta Istrinya
mengutuk Nabi, sehingga turun Surah al-Masad (ayat -5).
Dengan
usaha yang gigih tanpa mengenal lelah, hasil yang diharapkan mulai terlihat.
Jumlah pengikut Nabi semakin hari semakin bertambah, mereka terutama terdiri
dari kaum Waita, budak, pekerja dan orang miskin. Meskipun kebanyakan
mereka orang-orang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah Nabi secara terang-terangan
itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul itu. Semakin bertambah jumlah pengikut Nabi , semakin
keras tantangan yang dilancarkan kaum Quraisy terhadap mereka. Menurut Ahmad Syalabi
ada empat faktor yang mendorong Orang Quraisy menantang dakwah Islam yang
disampaikan Nabi itu:[5]
Pertama, para pemimpin Quraisy
tidak dapat menerima ajaran tentang
kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
Kedua, mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad Saw berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul
Muthalib.
Ketiga, takut kehilangan mata pencaharian karena pemahat dan
penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki mereka.
Keempat, Nabi Muhammad SAW mnyerukan persamaan hak antara hamba sahaya dan
bangsawan. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
Kaum
Quraisy menentang dakwah Nabi dengan bertahap.
a)
. Tantangan yang bersifat lunak dan bujukan.
karena kekuatan Nabi
terletak pada perlindunganAbu Thalib yang amat disegani itu. Mereka meminta Abu
Thalib memilih satu diantara dua: yaitu memerintahkan Muhammad agar berhenti
dari dakwahnya atau menyerahkannya kepada mereka untuk dibunuh. Abu Thalib
mengharapkan Muhammad agar menghentikan dakwahnya. Namun Nabi menolak dengan
mengatakan “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah
ini. Walaupun seluruh anggota keluaraga dan sanak saudara mengujilkan saya.”
Abu Thalib sangat terharu mendengarkan jawaban keponekennya itu, kemudian dia
berkata “teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu.”
Merasa
gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemidian megutus Walid bin Mughira dengan
Umarah bin Walid, seorang pemuda yang gagah dan
ampan untuk diperukarkan dengan
Nabi Muhammad Saw. Walid bin Mughira berkata kepada Abu Thalib “Ambillah dia
menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.”
Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Kecewa dengan jawaban Abu Thalib
itu, mereka langsung kepada Nabi Muhammad Saw membujuknya dengan tahta dan
wanita dan harta asal Nabi Muhammad bersedia meghentikan dakwahnya. Semua
tawaran itu ditolak Nabi dengan mengatakan “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari ditangan kanan
ku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak
akan berhenti melakukan ini sehingga agama ini menang atau aku binasa
karenanya”.[6]
b). tantangan yang keras dan penyiksaan.
Setelah kaum
kafir Quraisy tidak berhasil membujuk Nabi Muhammad SAW walau dengan cara apapun,
maka mereka melakukan tindakan kekerasan, intimidasi, penganiayaan dan
sebagainya atas diri Nabi Muhammad SAW dan para penganut Agama Islam.[7]
Untuk
menghindarkan kaum muslimin dari tindakan kekerasan ini, Nabi memerintahkan
mereka hijrah ke Habasyah (Ethiopia). Rombongan pertama, pada tahun
kelima dari kerasulannya, di bawah
pimpinan Usman bin Affan diikuti 15 orang ( 10 pria dan 5 wanita )
berangkat ke Habasya, termasuk Istri Usman, Rukayah binti Muhammad.
Rombongan
kedua, di bawah pimpinan Ja’far bin Abi
Thalib diikuti 81 orang (80 pria dan
1 wanita, yaitu Ummu Habiba, puteri Abu Sofyan).
c). Memboikot seluruh keluarga Bani Hasyim.
Untuk
melumpuhkan kekuatan kaum muslimin, pemimpin Quraisy melakukan pemboikotan
terhadap seluruh keluarga Bani Hasyim. Karena mennurut mereka kekuatan Nabi
terletak pada keluarga yang melindunginya, baik yang belum maupun yang sudah
masuk Islam. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini.
Tidak seorang
pun penduduk makkah diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani
Hasyim. Akibatnya banya diantara keluarga Bani Hasyim yang menderita kelaparan.
Hal ini berlangsung selama 3 tahun. [8]
Tidak lama
setelah pemboikotan itu dihentikan, pada tahun ke-10 dari kenabian, Nabi
Muhammad SAW berganti menghadapi tiga perristiwa yang menyedihkan pula sehingga
tahun itu disebut dengan tahun duka cita.
Pertama, pamannya, Abu Thalib, pelindung utamanya, meninggal dunia dalam
usia 87 tahun.
Kedua, tiga hari setelah itu, meninggal pula Isterinya, Khadijah, dalam
usia 65 tahun. Sepeninggal dua pendukung utamanya itu, kafir Quraisy tidak
segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarah mereka terhadap Nabi. Melihat reaksi
penduduk Makkah itu, Nabi kemudian berusah menyebar luaskan islam keluar kota
Makkah, yaitu kenegeri Thaif.
Ketiga,ketika Nabi berdakwah di Thaif, beliau diejek, disoraki,
dan dilempari batu, bahkan sampai terluka dibagian kepalanya dan badannya.
Dari ketiga peristiwa yang menyedihkan Nabi tersebut diatas
menjadi penyebab tahun itu disebut dengan tahun duka cita.
Dalam situasi
berduka cita di tahun duka cita yang dialami Nabi secara beruntun tahun ke-10
dari kenabian tersebut diatas Allah mengisra’mi’rajkan Nabi Muhammad SAW,
antara lain tujuannya adalah untuk menghibur hati Nabi yang sedang berduka cita
tersebut.
Berita Isra’
Mi’raj menggemparkan Masyarakat Makkah. Bagi orang beriman, peristiwa ini
merupakan ujian keimanan. Melalui Isra’ Mi’raj itu, kewajiban shalat lima kali
sehari semalam mulai dilaksanakan.
Kaitan antara
tahun duka cita dengan Isra’ Mi’raj Nabi adalah untuk menghibur hati Nabi yang
sedang berduka cita keetika itu dengan memperlihatkan beberapa Rasul yang juga
mendapat tantangan dari kaumnya sekaligus memohon pertolongan Allah SWT
menghadapi tantangan orang-orang kafir itu.
Ternyata
setelah peristiwa Isra’ Mi’raj, muncul perkembangan besar bagi dakwah Islam.
Karena sejumlah penduduk Yatsrib yang terdiri dari suku Aus dan Khazraj yang
berhaji ke Mekkah, menemui Nabi dan masuk Islam dalam tiga gelombang.[9]
Pertama, pada tahun ke-11 kenabian, 6 orang dari suku Khazraj menemui
Nabi dan Menyatakan diri masuk Islam.
Mereka mengharapkan Nabi agar bersedia
mempersatukan kaum mereka yang bermusuhan di Yatsrib.
Kedua, pada tahun ke-12 kenabian, terdiri dari 10 orang suku Khazraj, 2
orang suku Aus dan seorang wanita menemui Nabi dan menyatakan Ikrar kesetiaan kepada Nabi. Rombongan ini kembali
ke Yatsrib sebagai juru dakwah Nabi.
Ketiga, pada tahun ke-13 kenabian, sebanyak 73 orang dari Yatsrib meminta
kepaada Nabi agar beerkenan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela
Nabi dari segala macam ancaman. Nabi menyetuju usul yang mereka ajukan.[10]
Adapun sumpah
seia orang Yatsrib dengan Nabi adalah:
Ø Sumpah setia
pertama (Bai’at al-Aqabah al-Ula) yang terjadi pada tahun 621 M,
berisikan pernyataan bahwa orang-orang Yatsrib menerimanya sebagai Nabi dan
mematuhu perintahnya, serta menjauhkan diri dari perbuatan dosa.
Ø Sumpah setia
kedua (Bai’at al-Aqabahal-Tsaniyah) terjadi pada tahun 622 M, berisikan
pernyataan bahwa mereka tidak hanya
menerima Muhammad sebagai Nabi dan menjahui perbuatan dosa, akan tetapi juga
sanggup berperang membela Tuhan dan Rasul-Nya.
Hanya beberapa bulan sejak sumpah setia kedua, turun
wahyu surat al-Anfal, ayat 30; yang isinya memerintahkan agar Nabi Muhammad Saw
segera pindah/hijarah ke Yatsrib. Akhirnya Rasululla hijrah ke Yatsrib dengan
Abu Bakar Shiddiq pada tanggal 12 Rabiul Awal.[11]
E.
Peradaban Pada Masa Rasulullah Saw
Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah Saw yang paling dahsyat adalah perubahan Sosial. Suatu perubahan
mendasar dari masa yang tidak bermoral menuju moralitas yang beradab. Dalam
tulisan Ahmad Al-Husairy, diuaraikan bahwa paradaban pada masa Nabi dilandasi
dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh Muhammad dibawah bimbingan wahyu.
Di antaranya sebagai berikut:[12]
1). Pembangunan Mesjid
Setiap kabilah sebelum islam datang, mereka
memiliki tempat pertemuan sendiri-sendiri. Nabi menginginkan agar seluruh umat
Islam hanya memiliki satu tempat pertemuan. Maka beliau membangun sebuah Mesjid
yang diberi nama “Baitullah”. Di masjid ini, selain dijadikan tempat shalat,
juga tempat belajar, tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang
dihadapi, bahkan juga berfungsi sebagai pusat
pemerintahan.
2). Persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar.
Nabi
mempersaudarakan antara golongan Muhajirin ( muslim asal Makkah ) dan kaum
Anshar ( muslim Maadinah). Dengan demikian, setiap muslim terikat dalam
persaudaraan dan kekeluargaan. Hal ini berarti Rasululllah menciptakan suatu
bentuk persaudaraan yang baru, berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan
berdasarkan kesukuan di zaman jahilia.
3). Mengadakan perjanjian Dengan Non-Muslim/konstitusi Madinah.
Penduduk
Madinah di awl kedatangan Rasulullah terdiri dari tiga kelompok, yaitu bangsa
Arab muslim, bangsa Arab Non muslim, dan orang yahudi. Untuk menyelaraskan
hubungan antara tiga kelompok itu, Nabi mengadakan perjanjian dalam piagam yang
disebut “konstitusi Madinah”, yang isinya antara lain :
Pertama, semua kelompok yang menandatangani piagam merupakan suatu bangsa.
Kedua, bila salah satu kelompok diserang musuh, maka kelompok lain wajib
untuk membelanya.
Ketiga, masing-masing kelompok tidak dibenarkan membuat perjanjian dalam bentuk apapun dengan orang
Quraisy.
Keempat, masing-masing kelompok bebas menjalankan ajaran agamanya tanpa
campur tangan kelompok lain.
Kelima, kewajiban penduduk Madinah, baik kaum muslimin, non-Muslim,
ataupun bangsa Yahudi, saling bantu membantu moril da materill.
Keenam, Nabi Muhammad adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah dan dia
menyelesaikan masalah yang timbul antar kelompok.[13]
Berdasarkan konstitusi di atas, dapat diketahui bahwa
Nabi telah membentuk Negara Islam di Madinah dan Rasulullah menjadi kepala
pemerintahannya yang mempunyai otoritas untuk menyelesaikan segala masalah yang
timbul berdasarkan konstitusi. Oleh karena itu di Madinah Nabi Muhammad
mempunyai kedudukan bukan saja sebagai Rasul agama, tetapi juga sebagai kepala
Negara. Dengan kata lain dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan
spiritual dan kekuasaan duniawi.[14]
Pesatnya perkembangan
islam di Madinah, mendorong pemimpin Quraisy Makkah dan musuh-musuh Islam
lainnya meningkatkan permusuhan mereka terhadap Islam. Untuk mengantisipasi
kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh, Nabi sebagai kepala Negara
mengatur siasat dan membentuk pasukan perang. Umat Islam pun pada tahun ke-2
Hijriah telah di izinkan berperang dengan dua alasan : untuk mempertahankan
diri dan melindungi hak miliknya, dan menjaga keselamatan dalam penyebaran
Islam dan mempertahankannya dari orang-orang yang menghalanginya.[15]
4). Peletakan asas-asas politik, social, militer, dakwah, dan
ekonomi.
a). politik
Di Madinah,
Nabi Muhammad SAW diangkat oleh Aus dan Khazraj sebagai pemimpin di samping ia
juga menjadi Rasul. Dengan demikian secara otomatis di Madinah fungsi Nabi Muhammad SAW ada dua, yaitu sebagai Rasul dan sebagai
kepala Negara. Sebagai kepala Negara, salah satu usah yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW adalah membuat suatu ketentuan umum, ketentuan inilah yang
dinamakan dengan “konstitusi Madinah”. Konstitusi Madinah inilah yang bisa dipakai
untuk menunjukkan bahwa orang-oraang Madinah pada waktu itu telah
membentuk suatu kesatuan politik bentuk baru yang bernama Ummah atau Komunitas.
Bentuk komunitas inilah yang berkembang menjadi kekuatan politik yang besar dan
akhirnya menjadi Negara.[16]
b). pembentukan sosial kemasyarakatan
Mempererat persaudaraan sesama
muslim dengan ikatan ukhwah Islamiyah, tanpa memperhatikan suku dan golongan.
Nabi menetapkan norma-norma sosial
dari komunitas baru berdasarkan al-Qur’an. Ajaran-ajaran al-Qur’an mengenai
hokum keluarga menggambarkan sebuah revolusi social yang sangat mendasar.
c).
Dakwah
Madinah dijadikan pusat dakwah
Islamiyah yang memantulakn sinar Ilahi sebelah timur dan baratnya. Dakwah Islam
disebarkan ke daerah-daerah non-Muslim. Nabi mengutus juru dakwah ke
daerah-daerah tersebut.
d).
Militer
Nabi Muhammad saw sering terlibat
peperangan, karena utusan Nabi banyak yang di haling-halangi dan bahkan ada
yang di bunu. Untuk itu perlu dibentuk pasukan Islam
e).
Ekonomi dan sumber keuangan Negara
Nabi Muhammad SAW semenjak remaja
sudah memberikan contoh teladan dalam perdagangan. Norma-norma transaksi bisnis
dikemukakan sebagai anjuran, seperti harus bersikap secara adil, menyampaikan
kesaksian secara jujur dan ttidak memungut keuntungan secara riba.[17]
F.
Haji
Wada’ Dan Wafatnya Rasulullah
Pada
tahun 10 H Nabi menunaikan ibadah Haji yang dikenal dengan Haji Wada’. Didepan
kurang lebih 100.000 orang kaum muslimin
Nabi berkhutbah yang isinya antara lain:
Pertama,larangan
menumpahkan darah kecuali dengan haq.
Kedua, larangan
mengambil harta orang lain dengan bathil.
Ketiga, larangan riba
dan menganiaya.
Keempat, larangan balas
dendam dengan tebusan dosa.
Kelima, perintah
memperlakukan para Isteri dengan baik dan lemah lembut.
Keenam, perintah
menjauhi dosa.
Ketujuh, perintah
saling memaafkan atas pertengkaran diantara mereka di zaman jahiliah.
Kedelapan, perintah menegakkan persaudaraan dan
persamaan diantara manusia.
Kesembilan, perintah
memperlakukan hamba sahaya dengan baik.
Kesepuluh, perintah
harus berpegang teguh kepada dua sumber yang ditinggalkan Nabi, yaitu al-Qur’an
dan sunnah.
Dua bulan setelah Nabi kembali
ke Madinah, beliau menderita sakit. Abu Bakar disuruh Nabi mengimami kaum
muslimin dalam shalat sebanyak tiga kali, bila beliau tidak sanggup
melakukannya. Sakit Nabi itu berlangsung selama 14 hari. Akhirnya beliau
menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H, dalam usia
63 tahun di rumah Isterinya ‘Aisyah.
Kaum muslimin yang
diberitahukan atas wafatnya Nabi itu dicekam kebingungan, tetapi Abu Bakar tampil
membacakan ayat al-Qur’an surat Ali ‘Imran ayat 144:
وَمَا
مُحَمَّدٌ إِلا رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُ أَفَإِنْ مَاتَ أَوْ
قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلَى أَعْقَابِكُمْ وَمَنْ يَنْقَلِبْ عَلَى عَقِبَيْهِ
فَلَنْ يَضُرَّ اللَّهَ شَيْئًا وَسَيَجْزِي اللَّهُ الشَّاكِرِينَ
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul,
sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat
atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke
belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun;
dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.
Dan Abu Bakar berpidato: “wahai manusia, barang siapa memuja Nabi
Muhammad, maka Nabi Muhammad telah
Wafat. Tetapi barang siapa memuja Allah SWT, maka Allah SWT hidup
selama-lamanya.[18]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kondisi bangsa Arab
sebelum kedatangan Islam, terutama di sekitar Makkah masih diwarnai dengan
penyembahan berhala sebagai Tuhan. Masa itu biasa disebut dengan zaman
Jahiliyah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, sampai menjelang
kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa Islam ditengah-tengah bangsa Arab. Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah,
tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal ).
Setelah
wahyu pertama datang, terputuslah wahyu
selama kurang lebih 2 tahun, kemudian Jibril datang lagi untuk membawa wahyu yang kedua, Surah al-Mudatsir
(ayat 1-7). Dengan turunnya wahyu kedua itu, maka berarti Nabi sudah mulai wajib menyampaikan Dakwah. Dakwah pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan perorangan selama tiga
tahun. Hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasulullah SAW menampakkan dakwah
kepada kaumnya. Menjelaskan kebatilan mereka dan menyerang berhala-berhala
sesembahan mereka.
Nabi
Muhammad menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin, 12 Rabiul Awwal 11 H,
dalam usia 63 tahun di rumah Isterinya ‘Aisyah.
B.
Saran
Dengan adanya makalah ini, kami harapkan para pembaca dapat
mengetahui lebih banyak lagi bagaimana “Peradaban Pada Masa Nabi Muhammad SAW”,
guna menambah wawasan untuk menjadi umat Muslim yang baik, dan dapat
mengamalkan dan meneladani seluruh akhlaq
yang terdapat pada Nabi yang tergambar dalam sejarah peradaban pada masa Nabi
Mhammad SAW. Mudah-mudahan bertambah baik akhlaq kita semua. Amin.
[2] . Syamruddin
Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 28-30
[3] . Ibid. hlm.
31
[4] . Maidir
Harun, sejarah peradaban islam , Padang: IAIN-IB Press, 2002,
hlm. 25-26
[5] . Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta : Pustaka Al-Husna, 1983,
hlm. 87-90
[6] . Syamruddin
Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 32-34
[7] . Maidir Harun,
sejarah peradaban islam, Padang: IAIN-IB Press, 2002, hlm. 27
[8] . Syamruddin
Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 34-35
[9] . Ahmad
Syalabi, sejarah dan kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983,
hlm. 104-105
[10] .
Syamruddin
Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 37-38
[11] . Maidir
Harun, Sejarah Peradaban Islam, Padang: IAIN- IB Press, 2002, hlm. 30-31
[12] . Dedi
supriyadi,sejarah peradaban islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hlm.
63
[13] . Syed
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya , Bandung: Rosda Bandung,
1988, hlm. 131-132
[14] . Harun
Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: UI Press,
1985, hlm. 101
[15] .
Ahmad Syalabi, sejarah
dan kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka Al-husna, 1983, hlm. 153
[16] .
Firdaus, Negara
adikuasa Islam, Padang: IAIN-IB Press, 1999, hlm. 37
[17] .
Maidir Harun, sejarah
peradaban islam , Padang:
IAIN-IB Press, 2002, hlm. 32-37
[18] .
Syamruddin
Nasution, sejarah peradaban islam, yayasan pusaka riau, 2007, hlm. 55-56
No comments:
Post a Comment