Friday, June 12, 2015

Hadis Tentang Proses Pendidikan Keluarga



a)      Pendidikan tentang tanggung jawab kepala rumah tangga

عَنْ أَبِى مَسْعُوْدٍ البَدْرِيِّ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِذَا اَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى اَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ (رواه متفق عليه)

Artinya: “Dari Abu Mas’ud Badri r.a. dari Nabi SAW bersabda: apabila seorang lelaki memberikan nafkah kepada keluarganya dengan rela maka yang demikian itu suatu sedekah baginya.” (HR. Mutafaq ‘Alaih)
 Lebih dari itu, seorang ayah harus mendidik anak-anaknya, mengurus segala keperluan hidupnya, membimbingnya kepada akhlak yang terpuji, kelakuan yang baik dan perangai yang mulia, di samping memelihara dan menjauhkan mereka dari perkara-perkara yang sebaliknya. Juga , memuliakan semua perintah dan larangan agama, menyampingkan urusan keduniaan, melebihkan dan mengutamakan urusan akhirat.
Tugasnya yang lain ialah, memberi nama yang baik kepada anaknya, memilihkan istri dari keturunan orang-orang yang berbudi pekerti yang baik dan sholih, agar menjadi ibu yang diberkati oleh anaknya kelak. Hendaklah seorang ayah berlaku adil dalam pemberiannya kepada anak-anaknya. Tidak boleh melebihkan seorang atas lainnya, karena membedakan kasih sayang dan mengikuti kehendak hawa nafsunya sendiri.
Orang yang mengabaikan pendidikan anak-anaknya sebagaimana tersebut di atas, tidak memperhatikan pengajaran atas mereka, malah membuka pintu hatinya agar senantiasa cinta dunia dan tunduk di bawah kekuasaannya, sehingga anak-anak itu mendurhakai mereka dan tidak mengikuti petunjuk ajarannya, maka janganlah ia menyalahkan orang lain selain diri sendiri. Kerugian itu selalu menimpa orang yang alpa dan lalai. Di zaman ini, terlalu banyak anak-anak yang durhaka dan tidak mau mendengar perkataan ibu-bapaknya tersebar dimana-mana. Apabila kita teliti, penyebabnya tidak lain karena kelalaian ibu-bapaknya yang telah menyia-nyiakan pemeliharaan anak-anak itu sejak kecil.

b)      Pendidikan tentang tugas-tugas istri atau ibu

وَاْلاِمْرَأَةُ فِى اْليَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ, وَهِىَ مَسْؤُوْلَةٌ عَنْ رَاعِيَتِهَا (رواه البخاري ومسلم)

Artinya: “Dan seorang istri adalah penanggung jawab (pemimpin) di dalam rumah suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya atas tugas dan kewajiban itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tugas-tugas istri ialah fardhu’ain. Para ulama dalam hal ini sepakat, Syaikh Al Ghazali ulama Mesir kontemporer yang sering membela hak-hak perempuan menyatakan: ”Betapapun juga, prinsip dasar yang harus kita ikuti atau kita upayakan agar selalu dekat padanya ialah “rumah”. Saya benar-benar merasa gelisah pada kebiasaan para ibu rumah tangga yang meninggalkan (membiarkan) anak-anaknya tinggal dan diasuh oleh para pembantu atau diserahkan pada tempat penitipan anak. Nafas seorang ibu memiliki pengaruh yang luar biasa dalam menumbuhkan dan memelihara perilaku kebajikan dalam diri anak-anaknya.
Tugas seorang ibu yang paling utama adalah melahirkan, menyusui hingga membesarkan anak. Setelah melahirkan peran ibu sangat dibutuhkan oleh bayi yaitu pemberian ASI yang cukup. Mulai dari mengandung hingga proses menyusui, pendidikan sudah mulai diajarkan. Berdasarkan pandangan yang diteliti, bahwa bayi yang baru lahir khususnya pada hari-hari dan bulan-bulan pertama, akan ditemukan sosok tubuh yang tulangnya masih lemah dan urat-uratnya masih lemas. Dia ibarat adonan roti yang terhidang di hadapan kita, siap dipolakan sesuai dengan keinginan kita. Setiap aspek kesehatan yang berkaitan dengan pertumbuhannya secara wajar, wajib diikuti dan harus diperhatikan, khususnya mengenai kebersihan dan kesucian, waktu musim, pergantian udara dan lain sebagainya.
Bayi bukanlah hanya sekedar badan, akan tetapi bayi itu tersusun atas badan wadak (tubuh) serta badan halus (ruh). Pengembangan potensi yang dimiliki keduanya sangat dipengaruhi oleh bentuk perlakuan dan kebiasaan keseharian. Yakni sebagaimana dilukiskan dalam sebuah syair:

فاَلْنَفْسُ كَالطِّفْلِ اِنْ تُهْمِلْهُ شَبَّ عَلَي# حُبِّ الرَّضَاعِ وَاِنْ تَفْطِمْهُ يَنْفَطِمُ #

“Jiwa, bagaikan bayi mungil. Jika engkau biarkan menyusu, cenderung untuk menyusu hingga dewasa. Dan andaikan engkau sapih, niscaya dia akan tersapih.”

Demikianlah, kehidupan kejiwaan akan merekam berbagai isyarat, nada, gerak, profil, gambaran serta wajah. Dari sini akan tampak peranan seorang ibu dalam mewarnai perilaku sang anak. Dia adalah lembaga pendidikan yang pertama, yang mengajar muridnya secara individual. Sedangkan gerak dan kebiasaan keseharian, merupakan mata pelajaran. Pelajaran yang disapaikan oleh sang ibu terhadap anaknya merupakan peletakan batu pertama bagi pondasi kehidupan sang bayi untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.

c)      Pendidikan terhadap anak

حَدَّثَنَا مُؤَمَّلُ بْنُ هِشَامٍ يَعْنِي الْيَشْكُرِيَّ حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ عَنْ سَوَّارٍ أَبِي حَمْزَةَ قَالَ أَبُو دَاوُد وَهُوَ سَوَّارُ بْنُ دَاوُدَ أَبُو حَمْزَةَ الْمُزَنِيُّ الصَّيْرَفِيُّ عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ ,قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِع

Artinya: “Berkata Mu’ammal ibn Hisyam Ya’ni al Asykuri, berkata Ismail dari Abi Hamzah, berkata Abu Dawud dan dia adalah sawwaru ibn Dawud Abu Hamzah Al Muzanni Al Shoirofi dari Amru ibn Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata, berkata Rasulullah SAW: Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud)

Pengertian hadits tentang pendidikan terhadap anak di atas mengandung pengertian yang sangat dalam dan bermakana luas, lagi mencakup pembahasan yang dimaksud, yakni:
ü  Pembahasan tentang kedudukan ibadah dan pengaruhnya sangat besar terhadap pendidikan.
ü  Hadits di atas memberi petunjuk dan mengandung hikmah serta tujuan yang sangat dalam.
Secara rasional, ibadah berupa shalat, puasa maupun yang lain, berperan mendidik pribadi manusia hingga kesadaran dan pikirannya terus-menerus berfungsi dalam semua pekerjaan. Pada hakikatnya semua pekerjaan yang dilakukan oleh manusia, apabila tidak ditimbang dengan neraca keridhaan Allah, maka perbuatan tersebut akan berubah menjadi malapetaka bagi yang melakukannya.
Sejak dini, seorang anak sudah harus dilatih ibadah, diperintah melakukannya dan diajarkan hal-hal yang haram serta yang halal.
Kalau shalat belum diwajibkan atas anak-anak yang masih kecil mengingat mereka belum berstatus mukallaf. Islam mewajibkan kepada orang tua atau walinya untuk melatih mereka dan memerintahkannya kepada mereka. Islam menekankan kepada kaum muslimin, untuk memerintahkan anak-anak mereka menjalankan shalat kepada mereka telah berusia tujuh tahun. Hal ini dimaksudkan agar mereka senang melakukannya dan sudah terbiasa semenjak kecil. Sehingga apabila semangat beribadah sudah bercokol pada jiwa mereka, niscaya akan muncul kepribadian mereka atas hal tersebut.
Dengan demikian, diharapkan ia punya kepribadian dan semangat keagamaan yang tinggi. Tujuan mengajarkan wudhu dan menunaikan shalat fardhu pada waktunya, pada dasarnya adalah mengajarkan ketaatan, disiplin, kesucian dan kebersihan. Demikian pula dengan membiasakan anak-anak kecil menunaikan puasa, adalah dalam rangka supaya mereka sabar dalam beribadah dan dalam menghadapi beban-beban kehidupan.


No comments:

Post a Comment